21/03/09

kesal nehhhhh!!!!


bah..bah...ni hari rasanya menyebalkan banget. Kok orang rumah kayaknya membuat ribet suatu urusan yang sepertinya tidak perlu dibuat ribet. Ditambah gw sendiri juga terus mempermasalahkan cara kerja mereka, sudahlah, ni hati rasanya panas banget. Yah karena emang gw melihat masalah ini dari sudut pandang dan pemikiran gw sendiri, postingan blog ini akan sangat subjektif sekali - pemborosan kata-kata yang sengaja gw tulis untuk menunjukkan ke-subjektifan tulisan ini. 

Ada beberapa kondisi yang harus gw terangkan sebelum gw menulis postingan ini lebih lanjut. Mungkin kondisi yang mendukung emosi gw hari ini adalah adanya suatu perasaan aneh setiap gw dirumah yang membuat gw entah kenapa gak nyaman aja klo dirumah. Entah itu karena tekanan untuk segera lulus, atau perkara gw sering disuruh-suruh kalau lagi di rumah yang buat gw gak nyaman kalo lagi di rumah. 

Seperti itulah kondisinya. OKeh, berikutnya gw mo bercerita tentang rebeknya orang rumah gw. Semua diawali dengan hendak berakhirnya bulan Maret yang berarti para wajib pajak seantero Indonesia harus melaporkan, atau juga menyetor kalau memang ada kurang bayar, kewajiban perpajakannya ke kantor pajak sesuai wilayahnya. Sebagai mahasiswa yang belajar perpajakan di kuliahnya, bokap banyak bertanya sama gw bagaimana harus mengisi SPT dengan benar. Pada dasarnya setiap perintah bokap males gw patuhin, (hehe..), tapi berhubung perintahnya kali ini cukup menantang dan sesuai dengan minat gw, yah gw cukup senang hati melakukannya, yah sekalian belajar ngisi SPT beneran, soalnya selama ini cuma ngisi soal doang, hehe... Kemudian nanya-nanya ke bokap tentang penghasilannya berapa, trus dokumen-dokumen apa aja yang dia punya, trus dikasih lah ke gw beberapa dokumen yang cukup gw mengerti apa fungsinya. Tapi karena ada keragu-raguan, gw coba bertanya ke beberapa teman gw tentang pengisian ini, especially masalah penghasilan pensiunnya bokap. Sebenarnya pensiunnya dia tuh masuk penghasilan bersifat final apa nggak, soalnya nanti berpengaruh ama jenis SPT yang harus digunakan. Setelah mempertimbangkan masukan teman-teman dan coba-coba untuk googling buat tahu, akhirnya gw putuskan bahwa bokap seharusnya make SPT yang SS. Pensiun yang gw permasalahkan tadi akhirnya gw perlakukan layaknya gaji bulanan yang diterima rutin, jadi bukan final, sehingga SPT yang dipake adalah 1770 SS.

SPT jenis ini cukup mudah, hanya tinggal isi nama, NPWP, pekerjaan, no telpon sama isian daftar harta dan kewajiban. Serta melampirkan dokumen 1721 A1/A2 tergantung swasta atau negeri tempat pekerjaannya. Well, big applaus buat DJP untuk adanya format SPT ini, mempermudah para karyawan yang menerima penghasilan dari 1 pemberi kerja yang berpenghasilan dibawah 60 juta (panjang bet..hehe..) untuk melaporkan kewajiban perpajakannya. Seperti itulah penjabaran singkat mengenai 1770 SS, dan mari kita mulai masuk ke permasalahan. Bokap gw dikirimi oleh DJP sejumlah dokumen berisi SPT, SSP, petunjuk pengisian SPT dan lain-lain. Untuk catatan, SPT yang dikirimin DJP itu 1770, yang lembarannya belasan, cukup ribet lah pokoknya. Nah kerancuan akan SPT mana yang digunakan dalam pelaporan bokap merupakan awal masalah dari ketegangan ini. Menurut dia, seharusnya pake 1770, karena selama ini, dia bilang, dia make 1770 buat pelaporannya. Yang kedua, untuk suatu pemikiran sederhana, yah karena dikiriminnya 1770, ya laporlah dengan 1770. Gw coba jelaskan dengan mengacu pada petunjuk pengisian yang dikirimin DJP, bahwa ada peraturan baru mengenai format SPT yang baru dengan kriteria-kriterianya. Yah, beliau cukup mengamini untuk yang pertama ini. Tapi berikut-berikutnya yang bikin gw agak kesal adalah mengenai dokumen-dokumen yang dilampirin. Cukup jelas tertulis di SPT 1770 SS tadi, bahwa cukup melampirkan dokumen 1721 A2 sebagai bukti bahwa gajinya sudah dipotong oleh pemberi kerja, dan karena dia juga sudah pensiun mulai pertengahan tahun lalu, lampirkan juga bukti pemotongan dari TASPEN. Ehh, dia malah cukup ngotot untuk menyertakan juga dokumen kayak rincian gaji, surat keterangan bahwa gw adalah mahasiswa FISIP. Duile, buat apaan lagi, diminta juga nggak. Mulut gw yang santun ini pun gak tahan buat nyindir sikapnya dia yang memperumit pelaporan ini sendiri, dan dia pun nanggapin dengan santai "ya iya dong". Capek dehh... Trus ada lagi nyokap gw, yang baru belakangan mengakui bahwa dia punya penghasilan dari usaha kecil-kecilan, dan dari keikutsertaannya disitu, dia pun dah punya NPWP. Waduh, cilaka ini, bisa rebek kalau begini ceritanya. Kalau suami-istri punya NPWP masing-masing, padahal mereka gak ngajuin surat bahwa pelaporan pajaknya dilakukan masing-masing, bisa jadi masalah nih. Pendapat gw sebagai calon konsultan pajak (asikkk), mending nyokap buat surat ke KPP untuk menghapus NPWP-nya dan untuk pelaporannya biar digabung sama bokap. Toh usahanya kecil-kecilan ini, gak tembus PTKP juga.

Sebenarnya sih kekesalan bukan karena masalah keras kepala masing-masing dalam pelaporan pajak sih, tapi banyak hal lagi, misalnya nyokap dengan willingness tinggi sampai mengorbankan anaknya ini buat nganterin dokumen dari DJP ke sodara gw yang dulu tinggal di rumah dan menyebabkan dokumen perpajakannya dikirim ke ke rumah, yang sekarang setau gw tinggal di Palmerah. Ya elah, ngapain juga nyokap begitu, tinggal telepon aja, suruh dia lapor pajaknya, terserah mau pake alamat baru atau tetap pake alamat rumah gw. Kalau pake alamat baru, ya ajuin surat perpindahan domisili, kalau nggak ya udah gapapa, yang penting dilaporin aja. Masalah dokumen SPT kan tinggal di print aje, ato gak minta di kantor gw rasa juga ada lah. Buku petunjuk juga tinggal download kok. Fiuhh, jadi bikin repot sendiri, jadi pake acara nganter nyokap gw ke Palmerah segala, arrgghhhhh.....

Udah ah, kesel gw. 
Smoga di pekerjaan kelak, aminnnn, gw cukup sabar dalam mengerjakan hal-hal perpajakan yang diamanatkan ke gw.
Amin ya Tuhan, aminnnn.....

0 komentar: