21/09/10

Prima Bersikap (halahhh)

Ah, saya semakin bingung dengan perdebatan masalah pendirian tempat ibadah yang belakangan makin rame aja. Rasanya kesentak juga ngelihat pihak yang minoritas mendapatkan kesulitan untuk beribadah karena ada tentangan dari warga, yang entah warga asli atau warga kerahan dari mana tauk. Makin dibaca, lihat komentar orang-orang, rasanya jadi makin pusing buat nentuin sikap. Gak adil juga kalau gw membela pihak minoritas karena memang gw adalah bagian dari minoritas itu. Tapi bodoh juga kalau gw membela tanpa mengerti duduk permasalahannya.

Si minoritas mengklaim dipersulit, si mayoritas mengklaim ada kecurangan dalam pendiriannya. Kurang lebih seperti itu kutub-kutubnya. Sedikit kesal juga baik pihak mayoritas dan minoritas mulai membawa imannya dan menyerang pihak lain dalam komentar dan argumennya.

Nah, dengan pemikiran yang agak singkat, saya memutuskan untuk apatis dengan segala permasalahan ini. Mengapa apatis? Terlalu kompleks, pemberitaan gak seimbang, dan rasanya sulit untuk bebas nilai dalam permasalahan seperti ini. Seperti yang telah saya tulis di postingan yang lalu, jangan terlalu menjadi pahlawan dengan memikirkan semua yang terjadi di bangsa ini. Cuma bikin gak fokus dengan apa yang akan kau lakukan. Terdengar seperti pembelaan? Terserah, gw mau begini aja. Gw mending memikirkan hal lain yang bisa gw serius kerjakan terkait membantu mengurangi pengangguran di negara ini. Biarlah orang-orang tercerahkan yang memikirkan masalah ini.

"imagine there's no heaven...no hell below us, above us only sky" baru terasa indahnya lirik ini. Masalah iman masalah pribadi kali, ngapain sih ngurusin iman orang, hehehe...Mending jadi negara sekuler sekalian deh, based on common sense and common value.

15/09/10

Condolences Statement

Saya kurang tahu waktu persisnya kapan kejadian itu terjadi, kurang lebih 24 jam yang lalu, bokap dan adik laki-laki dari temen saya Febryl Larushka meninggal dalam sebuah kecelakaan. Dengar kabarnya sekitar jam 7 malam kemarin, dan jujur reaksi pertama gw biasa aja. Yah ini memang kelemahan saya untuk bisa berempati atas kejadian buruk yang menimpa orang lain.

Sampai sekitar pukul 9 malam, ketika saya dan kelima teman saya datang melayat ke rumah teman saya di Ciledug, barulah ngerasain gimana rasanya kejadian itu menimpa temen saya. Untuk sekedar pemberitahuan, saya punya teman dekat di SMA yang sampai sekarang pun tetap masih sangat sering bertemu. Ada 7 orang, saya, Rio, Shamaraj, Chiyar, Dolok, Febreyl, dan Hendrich. Entah kenapa kami bisa match, padahal setiap ketemuan isinya hampir penuh candaan dan hinaan yang cukup sadis meskipun lucu sih gw akui. Yah, beginilah kami.

Kembali ke waktu melayat malam itu, kami datang berlima, minus Hendrich yang nyusul dari rumahnya, naik mobil Shamaraj. Setelah memarkirkan mobil, kami langsung masuk kedalam setelah menyalami adiknya temen saya terlebih dahulu di depan rumahnya. Ketika melihat teman saya Febreyl, jegerrr.... Kurus, tatapannya kosong, tidak bereaksi atas kehadiran kami. Mau ngapain pun rasanya bingung, kami tidak pernah ada di posisi itu, dan keberadaan kami pun tidak terlalu dianggap oleh dia. Kebetulan, diantara kami berlima pun ada yang sudah tidak memiliki ayah lagi, tetapi kejadian ini benar2 shocking bahkan untuk kami yang tidak mengalami itu sendiri. Kami cuma bisa melihat di pinggir kasurnya, memegang tangannya, membantu membetulkan posisinya kalau dia harus makan atau tidur lagi.

Mungkin malam itu kami tidak bisa berbuat apa-apa, tapi kami punya rencana untuk Sabtu ini datang kesana untuk sekedar datang dan ngobrol-ngobrol, yah semoga saja bisa membantu dia. Berharap juga formasinya bisa full, bertujuh lengkap seperti malam itu, tapi dengan kesadaran bahwa masing-masing ada di tempat yang sama. Lucu juga, kalau ada kejadian luar biasa baru kami lengkap berkumpul, hehe... Gak bisa disalahin sih, udah punya kerjaan dan urusan masing-masing, yah gak gampang juga kalau mau kumpul bareng kaya dulu lagi.

Semoga teman saya Febreyl diberi ketabahan dan kedewasaan karena dia anak cowok tertua yang harus mengemban tanggung jawab untuk jadi kepala keluarga. Semoga sakitnya juga cepat sembuh dan bisa beraktivitas normal lagi. Tuhan memberkati Bril.